Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Suku Adat kajang dalam Melestarikan Kawasan Hutan Adat Mereka


Cerita Suku Adat kajang dalam Melestarikan Kawasan Hutan Adat Mereka. Keindahan dan kekayaan alam negeri tercinta kita Indonesia memang sangat beragam, salah satunya yaitu keberadaan hutan adat, berada pada sebuah komunitas adat dengan beragam kekayaan kultur dan etniknya yang ada, inilah kisah pelestarian hutan adat suku kajang.

Sumber : tirto.id
Data Hutan Adat Indonesia

Kawasan Hutan Adat Suku Ammatoa Kajang telah dihuni oleh keturunan sebuah suku yang sudah berumur ratusan tahun.

Kawasan Hutan Adat Kajang Destinasi Ekowisata Yang Unik

Terletak jauh di ujung kaki pulau Sulawesi Selatan terdapat sebuah destinasi wisata budaya yang unik, tepatnya di Kawasan Adat Ammatoa Kajang, Kabupaten Bulukumba
dengan jarak sekitar 150 kilometer ke arah selatan dari kota Makassar.  

Berkunjung ke kawasan hutan adat memang memiliki kesan tersendiri dibanding menjelajahi hutan yang tidak termasuk dalam kategori hutan adat.

Seperti saat untuk pertama kalinya saya bersama rekan rombongan Kuliah Kerja Nyata (KKN) melakukan kunjungan ke kawasan Adat Ammatoa kajang ditahun 2011 lalu, aura mistisnya cukup terasa, ditambah sebelum berkunjung ke kawasan ini sudah banyak cerita mistis yang saya dan kawan-kawan dengar mengenai kawasan adat ini.

Namun kali ini saya akan memaparkan lebih banyak mengenai kondisi hutan adat suku kajang yang sangat terjaga kelestariannya oleh masyarakat sekitar dengan kehidupan
masyarakatnya yang masih sangat tradisional.

Setiap pengunjung yang akan memasuki kawasan adat ini diwajibkan untuk memakai pakaian berwarna serba hitam alasannya karena masyarakat suku kajang meyakini bahwa warna hitam memiliki makna sebagai bentuk persamaan dalam segala hal, utamanya dalam hal kesederhanaan. Selain diharuskan memakai pakaian berwarna serba hitam sebelum memasuki kawasan adat ini, pengunjung juga diharuskan melepas pengalas kaki seperti sandal atau sepatu yang dikenakan.

Suasana yang sangat tradisional, tenang dan bersahaja merupakan kesan pertama Saya saat memasuki kawasan ini ditambah keteguhan masyarakat suku kajang yang menolak segala bentuk modernisasi, seperti kondisi jalanan yang masih berupa jalan setapak dan aliran listrik yang tidak akan kita jumpai dalam kawasan adat ini, dan seperti itulah upaya masyarakat suku kajang dalam tetap menjaga kelestarian kawasan hutan mereka yang sangat menghargai alam dan menjujung tinggi ajaran leluhur mereka dalam memperlakukan lingkungan sekitar.


Hutan Adat Kajang Dilindungi Dengan Fungsi Konservasi

Kawasan Hutan Adat Kajang merupakan kawasan hutan yang pada awalnya merupakan kawasan hutan produksi terbatas, resah akan maraknya penggundulan hutan yang belakangan sering terjadi, akhirnya pada tahun 2015 masyarakat sekitar Kawasan Adat Ammatoa Kajang bersama pemerintah daerah setempat berinisiatif mengajukan permohonan kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar menetapkan hutan mereka menjadi Hutan adat, yang sebetulnya telah mereka perjuangkan sejak tahun 2005 yang lalu. 



Akhirnya setelah bertahun-tahun menunggu kepastian penetapan kawasan hutan adat kajang dan setelah kunjungan Menteri Lingkungan Hidup Sitti Nurbaya ke kawasan adat Ammatoa Kajang, akhirnya ditetapkanlah kawasan hutan Ammatoa di kajang menjadi kawasan hutan adat dengan SK Penetapan Nomor SK.6746/MENLHK-PSKI/KUM.1/12/2016.

Semakin diperkuat dengan PERDA NOMOR 9 Tahun 2019 Tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak, Dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang.  



Kawasan hutan adat ini meliputi 75% dari keseluruhan wilayah Kecamatan Kajang dengan luas 313,19 hektar yang mencakup 4 desa yaitu Desa Tana Toa, Bonto Baji , Pattiroang dan Malleleng, dengan kawasan inti berada di Desa Tana Toa yang dipercaya masyarakat sekitar sebagai asal mula kajang.

Tana Toa kajang terbagi dalam dua wilayah yaitu Kajang Luar(Ipantarang Embayya) dan Kajang Dalam (Ilalang Embayya).

Saat berada di kawasan kajang luar kehidupan masyarakatnya tidak setradisional dibandingkan masyarakat di kawasan kajang dalam.
Permukiman masyarakat kajang luar sudah teraliri aliran listrik, kondisi jalan yang sudah diaspal dengan kendaraan seperti motor yang lalu lalang serta bebas menggunakan alas kaki tidak seperti kawasan kajang dalam yang sama sekali tidak tersentuh segala bentuk modernitas. 



Pemimpin adat suku kajang Ammatoa membagi kawasan hutan kedalam tiga bagian yaitu hutan keramat atau karamaka, hutan perbatasan atau hutan batasayya dan hutan rakyat 

  1. Hutan keramat diakui sebagai hutan pusaka dan dijadikan kawasan hutan larangan untuk semua aktivitas termasuk kegiatan ekonomi dan hanya untuk kegiatan ritual adat.
  2. Hutan perbatasan merupakan hutan yang bisa ditebang beberapa jenis kayunya dan harus mendapat izin dari pemimpin suku yaitu Ammatoa dan kayu yang diambil hanya diperuntukkan membangun fasilitas umum dan rumah bagi komunitas ammatoa yang tidak mampu. 
  3. Hutan rakyat

Masyarakat suku kajang sangat menghargai keberadaan hutan di kawasan mereka yang juga merupakan sumber penghidupan mereka, sehingga sangat bergantung dari kelestarian alam dari kawasan hutan tersebut. Mereka menjaga hutan dengan menjunjung tinggi nilai kebudayaan dan sangat mengsakralkan kawasan adat termasuk hutan adat serta mengolah setiap hasil hutan dengan bijak sehingga wajar saja jika ekosistem hutan yang ada di kawasan adat ammatoa kajang dapat bertahan dalam jangka panjang secara turun temurun.  

Salah satu bentuk perlakuan masyarakat adat suku kajang dalam menjaga kelestarian hutan mereka yaitu dengan memegang teguh sebuah prinsip ajaran hidup nenek moyang mereka yang disebut “Passang Ri Kajang” yang berarti sebuah pesan untuk hidup sederhana dan menjauhi sifat rakus atau berlebihan dalam memanfaatkan hasil hutan.

Terdapa empat larangan adat dalam kawasan hutan adat yaitu 

  1. Tabbang kaju (Menebang pohon), tidak menebang pohon secara sembarangan di hutan perbatasan tanpa seijin dari Ammatoa selaku pemimpin suku kajang, dan proses penebangannyapun tidak menggunakan peralatan modern tetapi hanya menggunakan kapak.
  2. Tatte uhe (Mengambil rotan), dilarang meretas atau memotong rotan tanpa ijin dari Ammatoa.
  3. Tunu bani (Memburu lebah/mengambil madu), dilarang membakar lebah karena lebah merupakan hewan yang banyak memberikan manfaat bagi kehidupan berupa penyerbukan. Jika lebah tidak ada, maka seluruh kehidupan akan gersang menunggu kematian. 
  4. Rao doang (Menjala udang), dilarang mengambil hasil sungai berupa tangkapan udang, ikan atau sejenisnya kecuali untuk perayaan ritual adat. 

Bagi yang melanggar aturan atau merusak hutan (ammanraki borong) akan mendapatkan sanksi dengan hukuman bagi pelanggar berupa membayar sejumlah denda atau sanksi yang paling berat yaitu dikeluarkan dari kawasan adat dan tidak boleh kembali lagi kawasan adat kajang dan hal ini berlaku juga bagi seluruh anggota keluarga pelanggar aturan adat.

Selain itu, pemerintah dan masyarakat bersepakat menjaga hutan dengan cara melakukan patroli bersama terdiri dari polisi hutan yang  bekerja sama dengan para pemangku adat.

Perilaku masyarakat suku kajang dalam menjaga kelestarian hutan adat mereka termasuk dalam kategori Konservasi lingkungan hidup, yaitu upaya pelestarian lingkungan dengan tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan di masa depan.

Kehidupan masyarakat suku kajang

Masyarakat suku kajang bergantung hidup dari mata pencaharian utama mereka yaitu bertani baik di ladang atau sawah, dan bagi masyarakat pantang atau tabu untuk menggunakan peralatan modern seperti traktor dalam kegiatan bertani mereka.

Proses penggarapan lahan mulai dari tahap awal hingga akhir semuanya dilakukan secara tradisional dengan menggunakan tenaga kerbau atau sapi untuk membajak sawah.  


Kaum perempuan pada umumnya menekuni pekerjaan seperti menenun kain menjadi sarung hitam (lipa’ lotong), pengikat kepala (passapu), baju tradisional (haju pokko), celana (saluara) yang bahan pewarnanya berasal dari daun tanaman yang mudah ditemukan disekitar kawasan ammatoa kajang dan benang yang digunakan untuk menenun diperoleh dari hasil pemintalan kapas yang kemudian ditenun menjadi kain. 


Bagi masyarakat suku kajang pelestarian alam merupakan syarat utama agar dapat bertahan hidup sehingga sumber air mereka tetap terjamin, bahkan untuk mengambil air mereka tidak menggali sumur sebab menurut mereka jika menggali sumur sama saja dengan menyakiti bumi.

Berbagai tantangan dalam menjaga kelestarian kawasan hutan adat suku kajang tentu ada-ada saja, namun berkat kegigihan dalam menjaga warisan nenek moyang mereka sehingga saat ini kelestarian alamnya masih tetap terjaga, ditambah mereka meyakini bahwa hutan merupakan tempat bersemayamnya arwah para leluhur mereka.

Tidak berlebihan dalam memanfaatkan hasil alam merupakan salah satu prinsip hidup suku kajang yang dapat kita teladani dalam mengolah hasil hutan. Semoga kawasan hutan adat kajang akan selalu terjaga kelestariannya hingga nanti dan dapat terus dinikmati oleh generasi-generasi kita berikutnya, karena tidak sedikit kawasan hutan adat yang kemudian beralih fungsi lahan, sebagai contoh yaitu kawasan hutan adat Malind Anim di Desa Zanegi, Merauke, Papua.

Tanah kosong yang sebelumnya merupakan Hutan Adat Malind Anim di Desa Zanegi, Merauke, Papua (foto:Nanang Sujana)


Adopsi Hutan

Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam rangka menjaga kelestarian kawasan hutan yaitu dengan adposi hutan.  

"Adopsi hutan adalah gerakan gotong royong menjaga hutan yang masih ada, mulai dari pohon tegaknya, hewannya, flora eksotisnya, serta keanekaragaman hayati lainnya."
"Melalui adopsi hutan, siapapun, di manapun bisa terhubung langsung dengan ekosistem hutan beserta penjaganya."


Dana yang terkumpul akan digunakan untuk ;
1.    Patrol hutan desa/adat
2.    Edukasi /moda wirausaha hasil hutan non-kayu
3.    Klinik kesehatan warga

salah satu kegiatan adopsi hutan yaitu adopsi pohon. 





Hutan Itu Indonesia (HII)

Baru saja kita memperingati Hari Hutan Indonesia pada tanggal 7 Agustus yang lalu dan acara nya ditampilkan secara live streaming di channel youtube Hutan Itu Indonesia dan acaranya bisa banget di tonton ulang di kanal Youtube Hutan Itu Indonesia.

Hutan Itu Indonesia (HII) adalah gerakan terbuka yang percaya akan kekuatan pesan-pesan positif untuk menumbuuhkan rasa cinta kepada hutan Indonesia yang sangat berpengaruh pada kehidupan kita.

Visi HII : hutan menjadi identitas utama bangsa Indonesia yang hidup harmonis dengan hutan.
Misi HII : dengan menggunakan pesan positif, meningkatkan kesadaran semua orang untuk berkontribusi dalam usaha menjaga hutan.

Selain bisa berdonasi, juga ada banyak pembahasan seru mengenai hutan di situs Hutan Itu Indonesia.

Pada kesimpulannya, kawasan hutan sebagai paru-paru dunia dapat kita lestarikan bersama salah satunya melalui adopsi hutan dan sebagai bangsa Indonesia sudah selayaknya kita bangga dengan keberadaaan hutan kita yang sangat luas.
 

Walau sering terjadi kebakaran hutan dan lahan selama beberapa tahun belakangan ini, namun pemerintah terus berupaya untuk mencegah berulangnya peristiwa yang tentu saja sangat memilukan bagi Negara kita ini akibat dampak dari adanya kebakaran hutan dan lahan.

Referensi :

National geographic
Kompas.com
Youtube KLHK
Instagram Hutan Itu Indonesia


Musdalifa Hamzah
Musdalifa Hamzah Blessed mom of 3 awesome kids. From Bulukumba Makassar

Post a Comment for " Cerita Suku Adat kajang dalam Melestarikan Kawasan Hutan Adat Mereka"